HujanBulan Juni are not shown or removed, but the reductions that occur in parts that are not yakni dari puisi menjadi lagu, menjadi komik, lalu menjadi novel, kemudian beralih wahana menjadi film yang dikenal juga dengan ekranisasi (Damono, 2018). Eneste, (1991: 60) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ekranisasi adalah pelayarputihan Setelahtim dibagi, maka tiap anggota tim untuk memahami instrumen sesuai tugasnya masing-masing. Di sini juga dibutuhkan adanya koordinator (misal wakil kepala sekolah) yang membawahi semua tim. Puisi : Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Pamono) - Puisi : Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Pamono) [image: Puisi : Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Puisi: Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Pamono) - Puisi : Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Pamono) [image: Puisi : Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Pamono)] Tak ada yang lebih tabah Dari hujan bulan juni Di Selamamasa PSBB ini, frekuensi saya keluar rumah bisa dihitung dengan sepuluh jari. Gimana tidak, saya lebih baik melindungi diri sendiri karen Beranda» Puisi Hujan Bulan Juni » Puisi Hujan Bulan Juni. Puisi Hujan Bulan Juni. Aku Rindu Hujan Itu (Pupus) Selasa, 28/05/2019 - 15:41 — SinAr. Puisi | Puisi Hujan Bulan Juni | Puisi Sinku Din; Siang yang terik Pintu telah ku buka Mata kosong menatap hampa Rindu berjelaga di atas teriknya Takada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; Thursday, 4 Muharram 1443 / 12 August 2021. Menu. HOME; RAMADHAN Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa; Kuliner; Fiqih Ramadhan; Hikmah Ramadhan Lokakarya9 ini bertemakan mengenai "Kelulusan dan Rencana Berkelanjutan". Dari kegiatan ini dihasilkan 3 output yaitu Dokumen perbaikan RTL dan manajemen resikonya, t erpilihnya koordinator angkatan I Guru Penggerak, serta k omitmen bersama setelah rangkaian program selesai. Meskipun lokakarya terakhir, bukan berarti kegiatan ini selesai tetapi justru sebagai langkah awal perjuangan sebagai Instrumen 1. Mengidentifikasi unsur- unsur pembangun teks puisi. Tes tertulis. Uraian. 1. Sebutkan unsur pembangun dalam teks puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono! Puisi Hujan Bulan Juni merupakan puisi yang berkaitan dengan kehidupan sehai- hari, apa yang dilukiskan dalam puisi sering kita temui dalam kehidupan. dalam Am8bpNM. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hujan Bulan Juni yang Tak Lagi SetiaKarya Suhadi SastrawijayaTidak seperti tahun laluHujan bulan juni menyapa dedaunanButir sejuknya melindungi akar-akar dari kekeringanDan memekarkan bunga-bunga hingga riang gembiraMenguatkan harap akan penghidupan bulan lusa Kemana perginya hujan bulan JuniSaat sang bumi dilanda kegersanganEngkau tak lagi turun menyapa dedaunanKini yang tersisa hanyalah panas membaraMenyiksa jiwa ragaApakah karena kesedihan yang menimpamu membuat kau tak lagi tabahBukanlah begitu tanda kesetiaanTapi kesetiaan adalah kebersamaanSaling menguatkan dalam kerapuhan Patia, 3 Juni 2023 Lihat Puisi Selengkapnya Puisi Hujan, image via Puisi merupakan bentuk karya sastra yang terikat oleh rima, irama dengan penyusunan bait serta barisnya yang tampak indah dan juga penuh dengan makna. Hal inilah yang membuat puisi banyak digunakan oleh sebagian orang untuk mengungkapkan perasaannya. Ada beberapa jenis puisi. Salah satunya yakni puisi bebas. Nah, puisi bebas ini bisa diisi dengan menggunakan beberapa tema. Namun, yang akan dibahas disini adalah puisi hujan. Pastinya Kamu sering kali menemukan puisi dengan tema satu ini bukan? Contoh Puisi tentang Hujan Hujan memang menjadi salah satu objek puisi yang tepat yang banyak digunakan untuk membuat sebuah karya sastra yang indah. Di bawah ini ada beberapa contoh dari puisi hujan yang bisa Kamu simak. Puisi Tentang Hujan Pertama 1. Hujan di Bulan Juni Karya Prof. Sapardi Djoko Damono Tak ada yang lebih tabah Dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya Kepada pohon yang berbunga itu Tak ada yang lebih bijak Dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya Yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih arif Dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar Pohon bunga itu Puisi Tentang Hujan Kedua 2. Hujan dan Namamu Karya E. Natasha Senandung lagu mendekap lirih romansa jiwa Benak menyapa raut wajah yang nyaris tenggelam Dalam lautan mimpi sang penghirup malam Melawan hujan, mereguk jejak tanpa nama dunia Dia yang mencoba membaca arah Dalam gelap, memanggil cahaya yang tersembunyi di balik aksara Berdiri sendiri mencoba mengenal suara kerinduan Adakah dia disana masih terpaku menatap kenangan Kemana kau akan berlari Melepas pagi dan mencoba memutar mentari Apakah kau masih terlelap dan terus bermimpi Memuja cinta tanpa rasa haus duniawi Kenangan hujan memanggilmu dan tetap memanggil namamu Meski luka mencoba menjauhkan dirimu dari putaran waktu masa lalu Bulan disana masih merindukanmu Untuk kembali padanya, tanpa menghapus tangisan hujan di wajahmu Puisi Tentang Hujan Ketiga 3. Setetes Kenangan dalam Hujan Karya Tarisya Widya Safitria Dulu Saat semburat merah jingga nan elok Saat gumpalan kapas gelap bersanding bersama cakrawala Tetes kehidupan jatuh serentak Memborbardir ribuan kilometer lahan Impresi menguap di atas tanah Larut bersama wewangian hujan Di bawah rintik-rintik nikmat Tuhan Tersemat manis indahnya janji masa depan Penuh kebahagiaan semu berselimut basah Kini, Beradu dengan nestapa Menatap seruan hina yang menyayat jiwa Menusuk hingga rindu menyeruak keluar Dengan satu tarikan nafas gusar Puisi Tentang Hujan Keempat 4. Kenangan di Basah Hujan Karya Rayhandi Di basah itu memori tersangkut Menyanyut ingat membara baying Terlihat warna di pucuk mata Kurasa memori menari bernyanyi berputar Masih teringat olehku Kenyataan yang menggenggam Hangat menguat melawan dingin Terbawa sampai ke ulu hati Aku tak ingin melupa Rasa di bidang merah masih menyenja Di baying barat rasa itu kugantung Bersama hujan ia melebur Hujannya deras terasa Merangkak mencari celah Batu keras memukulku Terngiang ingin mengapak Aku belum larut menjadi abu Aku masih menjadi ingatan yang takkan raib Menjadi sepertiga kenangan yang hidup di hujan malam Aku masih menjadi cerita untuk hari ini dan selamanya Puisi Tentang Hujan Kelima 5. Musim Hujan Karya Rayhandi Disini kasih Berbalut selimut menghangat raga Dingin terasa hingga sampai ke tangan Merambah mencari celah Hujan kali ini begitu berbeda Berbeda karena di ujung malam Sepi mencekam bosan Bermain kantuk membutakan mata Aku masih disini Masih menjadi beku yang tak hangat Terasa sesak tatkala tertatap Mungkin dingin menjadi penawar Atap dan daun rimbun jadi saksi Bahwa bening mencumbu hijau Terlarut basah meninggal subur Penawar di musim kemarau Puisi Tentang Hujan Keenam 6. Hujan dan Kebersamaan Karya Dedik B Hujan ini mengingatkanku pada angan Pada kebersamaan pernah kita jalankan Setiap orang menarikan imajinasi yang disampaikan Melalui kertas putih tak diharapkan Langit terasa gelap mencekam Air berjatuhan tanpa memberi kesempatan Hawa dingin menusuk pori-pori badan Semangat tetap tak terbantahkan Ada yang tidur dengan kesakitan Ada yang merenung dengan kesendirian Ada yang ragu dalam penyampaian Ada pula cinta dalam kebersamaan Kasih ku tatap mata tajam Ada kerinduan terlalu dalam Seperti tanah gersang merindukan hujan Kasih bila hujan telah tiada Adakah kebersamaan kita tetap terjaga? Setiap peristiwa melahirkan suka dan duka Dan menjadi penyebab guncangan jiwa .. Puisi Tentang Hujan Ketujuh 7. Hujan Karya Nalaili Ditengah lelap tidurku Aku terbangun akan suara petir yang bergemuruh Angin mulai berdesir menderuh Hawa sejuk mulai menyergap tubuh Butiran itu kembali jatuh Dari awan yang mulanya biru Menarik penasaran dalam perasaan Melihat daun dan dahan yang berbasahan Seakan mengembalikan puing-puing kenangan Yang dulu terjadi pada saat bersamaan Juga secercah harapan Dari-Nya Tuhan menghantarkan pesan Agar kesalahan di masa yang telah sudah Tak berulang saat mentari kembali menyapa Bukan hanya teguran namun juga pengajaran Karena sejatinya matahari dan hujan Adalah bahan untuk melukis pelangi yang indah Puisi Tentang Hujan Kedelapan 8. Memory Hujan Karya Arek Ndeso Hujan Oh, hujan Engkau bagiku Ingatan kenanganku Mengapa aku selalu teringat Kenangan manisku Kenangan waktu-waktu yang terlewat Oh hujan Engkau memory, memory Yang tak pernah hilang Hingga sampai aku bisa mengingatnya kembali Hujan, Engkaulah kehidupan dunia Meneteskan air, mengalir Hingga mengalir di fikiranku Oh hujan, Mengapa aku tersenyum Saat engkau turun dan juga sedih Saat engkau turun bagaikan kenangan Memory yang hilang Hujan Tetapi sesaat, aku juga teringat Akan kenangan-kenangan yang membuatku Merasa sedih, kesal Tetapi aku menyalahkanmu wahai hujan Karena engkau adalah memory Yang kembali kepada diriku Puisi Tentang Hujan Kesembilan 9. Tangisan Langit Karya PMS Kaki-kaki kecil berlarian Di atas genangan air yang banyak Wajah-wajah mereka memandang langit Yang sedang menangis pilu Mengundang nikmat yang tak bisa dibeli dengan uang Rintik-rintiknya mengenai wajah mereka Bukan berlindung tapi malah menari Suara tertawa mereka terdengar menyenangkan Angin mengikuti kesenangan mereka Membuat badan menggigil Tapi, mereka tidak peduli Tetap bersenang-senang Angin dan air adalah perpaduan yang menakjubkan Kadang mengakibatkan bencana Dan kadang pula menjadi nikmat Semua tergantung kita mengartikan tangisan langit Tidak bisa membayangkan Langit tak mengis Tak bisa membayangkan Tanah-tanah menjadi kering Juga tak bisa membayangkan Rumah-rumah ditamui air Benar kata orang Pandailah mengolah tangisan air Di atas sana ada yang berhasil Berhasil menenangkan langit Sehingga tangisannya perlahan tapi pasti Akan berhenti sempurna Kaki-kaki kecil itu berlari Berlari memasuki rumah mereka Disana telah menunggu Seorang wanita yang membentangkan handuk Menyambut tubuh mereka yang basah kuyup Seperti mereka yang menyambut tangisan langit Dengan tersenyum Sekarang tangisan itu berhenti sempurna Benar-benar sempurna Hanya menyisihkan tetesan air Dari atap daun dan palang-palang kayu Sungguh nikmat yang sempurna Nikmat dari Tuhan yang Agung Tuhan yang tidak akan meninggalkan kita Dimana pun dan kapan pun .. Itu dia deretan puisi hujan yang bisa Kamu jadikan sebagai referensi. Hujan memang menjadi objek yang menarik untuk dijadikan sebuah puisi. Tak heran, jika puisi tentang hujan ini mengandung banyak makna. Baca juga Kata kata tentang hujan Kali ini kita akan mencoba ke luar dari zona nyaman. Kita tidak akan menganalisis puisi Hujan Bulan Juni karya Pak Sapardi dengan menggunakan pendekatan mimetik, ekspresif, pragmatik, ataupun obyektif, melainkan menggunakan pendekatan SOAR untuk mengupasnya. Pak Sapardi Djoko Damono memang selalu membawa ciri khas tersendiri dalam sebuah puisinya. Penggunaan kata yang sederhana dan penggambaran alam merupakan salah satu ciri khas dari berbagai karya yang dibuatnya, termasuk puisi “Hujan Bulan Juni.” Meski penggunaan kata dalam puisi ciptaannya cukup sederhana, namun mengandung makna yang sangat kuat dan mendalam. Hujan Bulan Juni, puisi legendaris ini, ternyata juga puisi tercepat yang diramu oleh Pak Sapardi. Dalam tempo sangat singkat, tak sampai sehari, puisi termasyhur ini berhasil digarap olehnya. Tak hanya sampai disitu saja, puisi ini juga sempat bertransformasi menjadi sebuah karya prosa atau novel dengan judul yang sama. Berikut ini puisi “Hujan Bulan Juni” yang diciptakan oleh Pak Sapardi pada tahun 1989. Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya Kepada pohon berbunga itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu Sudah cukup banyak saya temukan analisis puisi Pak Sapardi memakai pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams dan semua hasil analisisnya tentu tak usah diragukan lagi, sangat bagus sekali. Oleh karena itu, untuk melihat seberapa baguskah puisi Pak Sapardi kita perlu memakai kaca mata yang berbeda. Sebab kalau pakai kaca mata yang sama, mau bagaimanapun juga, ya pasti sudah bagus puisinya. Oleh karena itu, saya akan pakai kaca mata yang berbeda. Saya tidak akan pakai teori sastra untuk menganalisis puisi Hujan Bulan Juni ini, saya akan menggunakan metode perencanaan strategi yang digunakan untuk mengevaluasi strengths kekuatan, opportunities peluang, aspirations aspirasi, dan results hasil alias SOAR. Metode SOAR yang dipopulerkan oleh David Cooperrider ini normalnya digunakan untuk menganalisis situasi dan posisi yang dihadapi oleh organisasi dalam persaingan bisnis. Namun, karena puisi “Hujan Bulan Juni” Pak Sapardi Djoko Damono ini merupakai puisi yang diciptakan olehnya dalam waktu cukup singkat dari sekian banyak puisi hasil ciptaannya. Maka analisis ini tentu akan dibuat secara singkat dan dapat dibaca dengan waktu yang cukup singkat pula. Oke, untuk menghempas rasa penasaran kita, langsung aja kita kupas satu demi satu isi dari puisi Pak Sapardi ini. 1. strengths kekuatan Salah satu kekuatan mengapa puisi “Hujan Bulan Juni” ini sangat legendaris adalah karena penciptanya yaitu Pak Sapardi. Citra Pak Sapardi mampu terwujud dalam setiap hasil karya puisinya. Pak Sapardi merupakan sosok yang sangat sederhana dalam hidupnya, hal itu juga ia terapkan di setiap karya puisinya. Ia menggunakan kata-kata sederhana, namun dengan demikian itu seketika para pembaca dapat terhipnotis oleh pilihan katanya. Selain sosoknya yang sederhana, Pak Sapardi juga merupakan sosok penyair yang sangat romantik. Puisi “Hujan Bulan Juni” ini merupakan buktinya dan menjadi kekuatan tersendiri dari puisi ini. Dengan ketabahan sosok aku yang disimbolkan oleh hujan ia merelakan sosok perempuan yang disimbolkan oleh pohon berbunga dan ini dianggap sebagai perbuatan yang “bijak” dan “arif.” Kurang lebih inilah definisi “cinta tak harus memiliki.” Dengan demikian, penggambaran alam yang begitu kuat dalam puisi ini juga menjadi salah satu kekuatan. Hujan yang dijadikan subjek menggantikan posisi aku, memiliki makna yang maskulin sehingga ia mewakili jenis kelamin laki-laki. Penggambaran alam lainnya yang cukup kuat pada puisi “Hujan Bulan Juni,” yaitu penggambaran tentang ketabahan. Hal itu ditunjukkan pada sajak “dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu” si aku hujan merahasiakan rindu kepada si perempuan yang digambarkan oleh pohon berbunga. Pernah tidak kita bertanya-tanya? Mengapa “Hujan Bulan Juni” tidak “Hujan Bulan Desember” saja? Singkatnya, ketika Pak Sapardi membuat karya ini di tahun 1989, hujan tidak pernah jatuh di bulan Juni. Nah, tidak perlu diragukan penggambaran alam di puisi ini, kuat banget. 2. opportunities peluang Ada banyak peluang yang berpotensi dari puisi ini. Dengan kata yang sederhana namun memiliki makna sangat mendalam, puisi ini sangat memiliki peluang tinggi untuk dijadikan lagu, novel, dan film. Peluang besar lainnya, puisi ini bisa dijadiin status wa untuk generasi muda yang ketolak cintanya nih bahwa dengan berdalih “Cinta enggak harus memiliki." 3. aspirations aspirasi Aspirasi yang terdapat dalam puisi sebenarnya sangat penting dan berguna banget buat generasi muda. Untuk meminimalisir, kalau bisa sih enggak ada yang bunuh diri gara-gara cinta, berpeganglah teguh bahwa “Cinta enggak harus memiliki.” Kita harus punya sifat tabah, bijak, dan arif seperti “Hujan Bulan Juni” ini. 4. results hasil Hasil dari puisi “Hujan Bulan Juni” Pak Sapardi ini merupakan wujud dari berbagai peluang di atas. Ya, puisi “Hujan Bulan Juni” ini dapat menghasilkan lagu yang berjudul sama yang dinyanyikan oleh Ghaitsa Kenang, selain itu puisi “Hujan Bulan Juni” ini juga menghasilkan sebuah novel dengan judul yang sama dan diterbitkan pada tahun 2015. Dua tahun sesudahnya puisi ini juga menghasilkan film yang disutradarai oleh Reni Nurcahyo Hestu Saputra dengan judul yang sama juga. Terakhir, hasil paling aneh dan di luar perkiraan dari sebuah puisi legendaris “Hujan Bulan Juni” Pak Sapardi, adalah hasil analisis puisinya yang menggunakan metode SOAR, seperti tulisan ini. Terima kasih untuk kamu yang sudah setia membaca dari awal sampai akhir, enggak usah galau-galau lagi ya brodi, “Cinta tidak harus memiliki.”